Langsung ke konten utama

Tindakan Untuk Mengurangi Bencana


Meskipun pada umumnya bencana alam tidak mungkin dicegah, akan tetapi lebih baik lagi apabila dilakukan usaha-usaha pencegahan atau pengurangan bencana alam. Serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana disebut mitigasi.
Menurut UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Alam, mitigasi adalah upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Mitigasi bencana pada umumnya dilakukan dalam rangka mengurangi kerugian akibat kemungkinan terjadinya bencana, baik itu berupa korban jiwa atau kerugian harta benda yang berpengaruh pada untuk mengurangi konsekuensi-konsekuensi dampak lainnya akibat bencana, seperti kerusakan infrastruktur, terganggunya kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat.
Sedangkan strategi mitigasi bencana dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1.      Mengintegrasikan mitigasi bencana dalam program pembangunan yang lebih besar.
2.      Pemilihan upaya mitigasi harus didasarkan atas biaya dan manfaat.
3.      Agar dapat diterima masyarakat, mitigasi harus menunjukkan hasil yang segera tampak.
4.      Upaya mitigasi harus dimulai dari yang mudah dilaksanakan segera setelah bencana.
5.      Mitigasi dilakukan dengan cara meningkatkan kemampuan lokal dalam manajemen dan perencanaan.

Mengingat dampak yang luar biasa tersebut maka penanggulangan bencana alam harus dilakukan dengan menggunakan prinsip dan cara yang tepat. Selain itu, penanggulangan bencana alam juga harus menyeluruh tidak hanya pada saat terjadi bencana tetapi pencegahan sebelum terjadi bencana dan rehabilitasi serta rekonstruksi setelah terjadi bencana. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar bencana alam tidak terlalu banyak menimbulkan dampak buruk bagi korban bencana alam.

1.  Prinsip – Prinsip dan Tujuan Penanggulangan Bencana Alam

Berdasarkan UU No 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana alam, bahwa prinsip penanggulangan bencana alam, meliputi cepat, tepat, prioritas, koordinasi, keterpaduan, berdaya guna, berhasil guna, transparansi, akuntabilitas, kemitraan, pemberdayaan, mendeskriminatif, dan nonproletisi.
Adapun tujuan penanggulangan bencana alam sebagai berikut.
1.      Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana.
2.      Menyelaraskan peraturan perundang – undangan yang sudah ada.
3.      Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana alam secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh.
4.      Menghargai budaya lokal.
5.      Membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta.
6.      Mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan.
7.      Menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

2.  Tahap Penanggulangan Bencana

Penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Berdasarkan pengertian tersebut, maka penanggulangan bencana tidak hanya dilakukan pada saat dan setelah terjadinya bencana tetapi juga perlu dilakukan upaya pencegahan bencana.

Penanggulangan bencana dapat dibagi ke dalam tiga tahap, yaitu prabencana, tanggap darurat, dan pascabencana.

a.  Tahap Prabencana
Tahap prabencana merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka mencegah terjadinya bencana alam sehingga nantinya dapat mengurangi kerugian yang diakibatkan bencana alam itu sendiri. Bentuk – bentuk tahap prabencana sebagai berikut.
1.     Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan resiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana.
2.    Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui perngorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
3.    Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.
4.    Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

b.  Tanggap Darurat
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.


c. Tahap Pasca Bencana
Tahap pasca bencana merupakan kegiatan yang dilakukan  setelah terjadinya bencana alam. Bentuk – bentuk tahap pascabencana sebagai berikut.
1.      Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
2.      Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial, dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.

3.  Usaha Pengurangan Bencana Alam yang Terjadi di Muka Bumi
Berikut ini merupakan upaya mitigasi terhadap berbagai bencana yang sering terjadi di muka bumi ini.

a.  Gempa Bumi
Upaya mitigasi yang harus dilakukan terhadap bencana gempa bumi sebagai berikut.
1.     Bangunan harus dibangun dengan konstruksi tahap getaran/gempa.
2.     Perkuatan pembangunan dengan mengikuti standar kualitas bangunan.
3.     Pembangunan fasilitas umum dengan standar kualitas yang tinggi.
4.     Perkuatan bangunan – bangunan vital yang telah ada.
5.     Rencanakan penempatan pemukiman untuk mengurangi tingkat kepadatan hunian di daerah rawan bencana.
6.     Asuransi.
7.     Zonasi daerah rawan bencana dan pengaturan penggunaan lahan.
8.     Pendidikan kepada masyarakat tentang gempa bumi.
9.     Membangun rumah dengan konstruksi yang aman terhadap gempa bumi.
10. Masyarakat waspada terhadap resiko gempa bumi.
11. Masyarakat mengetahui apa yang harus dilakukan jika terjadi gempa bumi.
12.Masyarakat mengetahui tentang pengamanan dalam penyimpanan barang – barang yang berbahaya bila terjadi gempa bumi.
13. Ikut serta dalam pelatihan program upaya penyelamatan dan kewaspadaan masyarakat terhadap gempa bumi.
14. Pembentukan kelompok aksi penyelamatan bencana dengan pelatihan pemadaman kebakaran dan pertolongan pertama.
15. Persiapan alat pemadam kebakaran, peralatan penggalian, dan peralatan perlindungan masyarakat lainnya.
16.  Rencana kontingensi/kedaruratan untuk melatih anggota keluarga dalam menghadapi gempa bumi.

b.  Tsunami
Upaya mitigasi yang dilakukan terhadap bencana tsunami sebagai berikut.
1.      Peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap bahaya tsunami.
2.      Pendidikan kepada masyarakat tentang bahaya tsunami.
3.      Pembangunan Tsunami Early Warning System (TEWS).
4.      Pembangunan tembok penahan tsunami pada garis pantai yang beresiko.
5.      Penanaman mangrove serta tanaman lainnya sepanjang garis pantai meredam gaya air tsunami.
6.      Pembangunan tempat – tempat evakuasi yang aman di sekitar daerah pemukiman. Tempat bangunan ini harus cukup tinggi dan mudah diakses untuk menghindari ketinggian tsunami.
7.      Peningkatan pengetahuan masyarakat lokal tentang pengenalan tanda – tanda tsunami dan cara – cara penyelamatan diri terhadap bahaya tsunami.
8.      Pembangunan rumah yang tahan terhadap bahaya tsunami.
9.      Mengenali karakteristik dan tanda – tanda bahaya tsunami di lokasi sekitarnya.
10.  Memahami cara penyelamatan jika terlihat tanda – tanda tsunami.
11.  Meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi tsunami.
12.  Memberikan laporan sesegera mungkin jika mengetahui tanda – tanda akan terjadinya tsunami kepada petugas yang berwenang : Kepala Desa, Polisi, stasiun radio, SATLAK PB, dan institusi terkait.
13.  Melengkapi diri dengan alat komunikasi.

c.  Banjir
Upaya mitigasi bencana banjir secara umum dapat dibagi menjadi tiga kegiatan, yaitu upaya mitigasi non struktural, struktural, serta peningkatan peran serta masyarakat.
Mitigasi terhadap bencana banjir sebagai berikut.

1)    Upaya yang dilakukan sebelum terjadi banjir.
1.      Perhatikan ketinggian rumah anda dari bangunan yang rawan banjir.
2.      Tinggikan panel listrik.
3.      Hubungi pihak berwenang apabila akan dibangun dinding penghalang disekitar wilayah anda.

2)    Hal yang dilakukan pada saat terjadi bencana.
a.  Apabila banjir terjadi di wilayah anda, lakukan hal berikut.
1.      Simak informasi dari radio mengenai informasi banjir.
2.     Waspada terhadap banjir yang akan melanda. Apabila terjadi banjir bandang, beranjak segera ke tempat yang lebih tinggi; jangan menunggu instruksi terkait arahan beranjak.
3.    Waspada terhadap arus bawah, saluran air, kubangan, dan tempat – tempat lain yang tergenang air. Banjir bandang dapat terjadi di tempat ini dengan atau tanpa peringatan pada saat hujan biasa atau deras.
b.  Apabila anda harus bersiap untuk evakuasi, lakukan hal berikut.
1)    Amankan rumah anda. Apabila masih tersedia waktu, tempatkan perabot di luar rumah. Barang yang lebih berharga diletakkan pada bagian yang lebih tinggi di dalam rumah.
2)    Matikan semua jaringan listrik apabila ada instruksi dari pihak berwenang. Cabut alat – alat yang masih tersambung dengan listrik. Jangan menyentuh peralatan yang bermuatan listrik apabila anda berdiri di atas air.
c.  Apabila anda harus meninggalkan rumah, perhatikan hal berikut.
1)    Jangan berjalan di arus air. Beberapa langkah berjalan di arus air dapat mengakibatkan anda jatuh. Apabila anda harus berjalan di air, berjalanlah pada pijakan yang tidak bergerak. Gunakan tongkat atau sejenisnya untuk mengecek kepadatan tempat anda berpijak.
2)    Jangan mengemudikan mobil di wilayah banjir. Apabila air mulai naik, abaikan mobil dan keluarlah ke tempat yang lebuh tinggi. Apabila hal ini tidak dilakukan, anda dan mobil dapat tersapu arus banjir dengan cepat.

d. Gunung meletus
Upaya  mitigasi dilakukan untuk mengatasi bencana gunung meletus. Mitigasi terhadap bencana gunung meletus dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1)    Upaya yang dilakukan sebelum terjadinya gunung meletus.
a.      Pemantauan dan pengamatan pada saat gunung api aktif.
b.     Pembuatan dan penyediaan peta kawasan rawan bencana dan peta zona resiko bahaya gunung api yang di dukung dengan peta geologi gunung api.
c.      Pelaksanaan prosedur tetap penanggulangan bencana letusan gunung api.
d.     Melakukan penyelidikan dan penelitian geologi, geofisika, dan geokimia di gunung api.
e.      Melakukan peningkatan sumber daya manusia dan penduduknya seperti peningkatan sarana dan prasarana.

2)    Upaya yang dilakukan saat terjadi gunung meletus.
a.      Membentuk tim gerak cepat.
b.     Meningkatkan pemantauan dan pengamatan dengan di dukung oleh penambahan peralatan yang lebih memadai.
c.     Meningkatkan pelaporan tingkat kegiatan menurut alur dan frekuensi pelaporan dengan kebutuhan.
d.    Memberikan rekomendasi kepada pemerintah setempat sesuai prosedur.

3)    Upaya yang dilakukan setelah terjadinya gunung meletus.
a.       Menginventarisir data, mencakup sebaran, dan volume hasil letusan.
b.      Mengidentifikasi daerah yang terancam bahaya.
c.       Memberikan saran penanggulangan bahaya.
d.      Memberikan penataan kawasan jangka pendek dan jangka panjang.
e.       Memperbaiki fasilitas pemantauan yang rusak.
f.       Menurunkan status kegiatan jika keadaan sudah menurun.
g.      Melanjutkan pemantauan secara rutin.

e.      Angin Badai
Upaya mitigasi yang dilakukun terhadap bencana angin badai sebagai berikut.
1.      Struktur bangunan yang memenuhi syarat teknis untuk mampu bertahan terhadap gaya angin.
2.      Perlunya penerapan aturan standar bangunan yang memperhitungkan beban angin khususnya di daerah yang rawan angin badai.
3.      Penempatan lokasi pembangunan fasilitas yang penting pada daerah yang terlindung dari serangan angin badai.
4.      Penghijauan di bagian atas arah angin untuk meredam gaya angin.
5.      Pembangunan bangunan umum yang cukup luas yang dapat digunakan sebagi tempat penampungan sementara bagi orang maupun barang saat terjadi serangan angin badai.
6.      Pembangunan rumah yang tahan angin.
7.      Pengamanan/perkuatan bagian – bagian yang mudah diterbangkan angin yang dapat membahayakan diri atau orang lain di sekitarnya.
8.      Kesiapsiagaan dalam menghadapi angin badai, mengetahui bagaimana cara penyelamatan diri.
9.      Pengamanan barang – barang di sekitar rumah agar terikat/dibangun secara kuat sehingga tidak diterbangkan angin.
10.  Untuk para nelayan, supaya menambatkan atau mengikat kuat kapal – kapalnya.

f.      Kekeringan
Letak geografis di antara dua benua, dan dua samudra serta terletak di sekitar garis khatulistiwa merupakan faktor klimatologis penyebab banjir dan kekeringan di Indonesia. Posisi geografis ini menyebabkan Indonesia berada pada belahan bumi dengan iklim monsoon tropis yang sangat sensitif terhadap anomali iklim El-Nino Southem Oscilliation (ENSO). ENSO menyebabkan terjadinya kekeringan apabila kondisi suhu permukaan laut di Pasifik Equator bagian tengah hingga timur menghangat (El Nino).
Mitigasi terhadap bencana kekeringan sebagai berikut.
1.      Penyusunan peraturan pemerintah tentang pengaturan sistem pengiriman data iklim dari daerah ke pusat pengolahan data.
2.      Penyusunan  PERDA untuk menetapkan skala prioritas penggunaan air dengan memerhatikan historical right dan azas keadilan.
3.      Pembentukan pokja dan posko kekeringan pada tingkat pusat dan daerah.
4.      Penyediaan anggaran khusus untuk pengembangan/perbaikan jaringan pengamatan iklim pada daerah – daerah rawan kekeringan.
5.      Pengembangan/perbaikan jaringan pengamatan iklim pada daerah – daerah rawan kekeringan.
6.  Memberikan sistem reward dan punishement bagi masyarakat yang melakukan upaya konservasi dan rehabilitasi sumber daya air dan hutan/lahan.


Sumber : http://mdpnproject.blogspot.co.id/2017/05/upaya-pengurangan-resiko-bencana-alam.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Organ-Organ Pernapasan Manusia

Dalam bernapas merupakan salah ciri dari makhluk hidup, yang semua makhluk hidup melakukan dalam proses ini, demikian juga pada manusia. Ketika bernapas, kita menghirup oksigen (O2) dan mengembuskan karbon dioksida (CO2). Kita harus menghirup oksigen karena setiap sel penyusun tubuh sangat membutuhkan oksigen. Tanpa oksigen, pada sel-sel penyusun tubuh manusia terutama sel-sel otak akan menjadi rusak hanya dalam beberapa menit. Oksigen digunakan untuk pembakaran zat-zat makanan (protein, lemak dan karbohidrat) dalam sel-sel tubuh. Dalam pembakaran itu menghasilkan energi serta karbon dioksida. Dengan energi inilah yang digunakan manusia untuk melakukan kegiatan sehari-harinya. Didalam manusia terdapat berbagai macam organ penyusun sistem pernapasan. Pada sistem pernapasan pada manusia meliputi mekanisme secara sederhana dan organ-organ penyusun sistem pernapasan.

Rumah Minimalis Tipe 21

Pada dasarnya rumah dengan type 21 ini adalah digunakan oleh 2 orang saja karena biasanya hanya terdapat 1 kamar atau 2 kamar saja. Rumah model ini biasa menjadi digunakan oleh para pengantin baru yang belum memiliki banyak anggota keluarga. Rumah model ini sederhana dan biaya untuk membuatnya juga hemat sehingga bisa menjadi pilihan bagi keluarga baru sebelum memiliki rumah yang lebih luas. Rumah model ini bisa terlihat bagus dan bisa mencukupi anggota keluar kecil dengan menerapkan konsep dan desain yang tepat. Konsep yang sangat disarankan adalah menggunakan konsep minimalis karena akan membuat rumah type 21 ini lebih simple dan terkesan luas, tentunya mempunyai tampilan yang indah dan modern. Tipe rumah 21 merupakan model rumah yang dibangun diatas lahan dengan total luas bangunan saja mencapai 21 m², contohnya rumah berukuran 6m x 3,5m. Ukuran lahan pada rumah tipe ini biasa dipadukan bersama lahan seluas 6m x 10m = 60 m² atau 6m x 12m = 72 m². Dari sinilah muncul tipe rumah

Sistem Transportasi Pada Tubuh Manusia

Transportasi merupakan suatu proses yang terjadi pada tubuh manusia, dimana darah mengedarkan zat-zat dan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh. Darah juga mengambil zat yang sudah tidak terpakai untuk dikeluarkan oleh tubuh. Transportasi pada manusia alat utamanya adalah darah. Darah beredar didalam tubuh manusia dengan dibantu oleh jantung dan juga dibantu oleh pembuluh darah.  Darah merupakan sistem transportasi pada manusia yang utama. Komponen darah terdiri dari kopusker yaitu merupakan unsur padat dari darah, terdiri dari eritrosit, lekosit, dan trombosit. Serta plasma darah yang merupakan cairan dalam darah. Proses normalnya darah adalah proses yang terjadi pada pembuluh darah. Jadi pembuluh arteri di dalam tubuh akan mengalirkan darah dengan bersambung pada kapiler, kapiler ini nantinya akan bertemu dengan pembuluh yang memliki ukuran kecil yang di sebut venula hingga akhirnya darah akan menuju ke pembuluh vena yang nantinya akan mengalir ke jantung lalu ke paru-paru. Fungs